Monthly Archives: April 2022

3.1.a.7 Demonstrasi Kontekstual – Pengambilan Keputusan Sebagai Pemimpin Pembelajaran

Bagaimana anda akan mentransfer dan menerapkan pengetahuan yang anda dapatkan di program guru penggerak ini di sekolah / lingkungan asal anda?

  1. Setelah saya mempelajari dan memahami setiap  alur MERRDEKA yang ada dalam materi ini sehingga saya akan dapat melaksanakan pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran dengan menerapkan paradigma pengambilan keputusan, 3 prinsip pengambilan keputusan dan 9 langkah pengambilan keputusan serta pengujian keputusan. 
  2. Saya akan mentransfer pengetahuan ini dengan cara diseminasi/sosialisasi kepada Kepala Sekolah, Teman-teman di komunitas praktisi, dan teman-teman sejawat di SMAN 2 Kota Bogor serta teman-teman di MGMP PAI Kota Bogor.
  3. Saya akan melakukan Aksi Nyata kaitannya dengan modul pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran dengan berkolaborasi bersama murid dan teman sejawat.

Apa langkah-langkah awal yang akan Anda lakukan untuk memulai mengambil keputusan berdasarkan pemimpin pembelajaran?

  1. langkah awal yang akan saya lakukan adalah menganalisa apakah situasi yang saya hadapi adalah termasuk dilema etika atau bujukan moral.
  2. Ketika kita menghadapi situasi dilema etika, akan ada nilai-nilai kebajikan mendasari yang bertentangan seperti cinta dan kasih sayang, kebenaran, keadilan, kebebasan, persatuan, toleransi, tanggung jawab dan penghargaan akan hidup. Maka secara umum kita dapat mengidentifikasi paradigma mana yang akan kita pakai dari 4  paradigma yaitu : Individu lawan masyarakat (individual vs community), Rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy),Kebenaran lawan kesetiaan (truth vs loyalty),Jangka pendek lawan jangka panjang (short term vs long term).
  3. Memilih prinsip pengambilan keputusan yaitu : 1) Berpikir Berbasis Hasil Akhir (Ends-Based Thinking); 2) Berpikir Berbasis Peraturan (Rule-Based Thinking);  3) Berpikir Berbasis Rasa Peduli (Care-Based Thinking).
  4. Menerapkan 9 langkah Pengambilan dan Pengujian Keputusan,diantaranya adalah: 1) Mengenali nilai-nilai yang saling bertentangan;  2) Menentukan siapa yang terlibat dalam situasi ini ; 3) Kumpulkan fakta-fakta yang relevan dengan situasi ini ; 4) Pengujian benar atau salah (Uji Legal, Uji Regulasi/Standar Profesional, Uji Intuisi, Uji Publikasi, Uji Panutan/Idola) ; 5) Pengujian Paradigma Benar lawan Benar;  6) Melakukan Prinsip Resolusi , dari 3 prinsip penyelesaian dilema, mana yang akan dipakai? Berpikir Berbasis Hasil Akhir (Ends-Based Thinking), Berpikir Berbasis Peraturan (Rule-Based Thinking),  Berpikir Berbasis Rasa Peduli (Care-Based Thinking) ; 7) Investigasi Opsi Trilema ; 8) Buat Keputusan ; 9) Lihat lagi Keputusan dan Refleksikan.
  5. Berdiskusi dengan teman sejawat dan meminta saran agar pengambilan keputusan yang dilakukan tepat dan efektif.
  6. Bertanggung jawab dalam pengambilan keputusan dan mendasarkan keputusan pada nilai-nilai kebajikan universal.
  7. Mengambil pelajaran dari keputusan yang telah diambil untuk dijadikan acuan bagi kasus-kasus selanjutnya.

Mulai kapan anda akan menerapkan langkah-langkah tersebut, hari ini, besok, minggu depan, hari apa? Catat rencana Anda, sehingga Anda tidak lupa.

       saya akan menerapkan langkah-langkah tersebut sesegera mungkin terutama saat saya mengalami situasi  dilema etika saat pembelajaran di kelas ataupun di luar pembelajaran sehingga saya harus segera mengambil keputusan. Atau saat teman sejawat mengalami situasi dilema etika dan saya akan mendampinginya dalam pengambilan keputusan. Selanjutnya saya menerapkannya secara berkelanjutan. Untuk kegiatan sosialisasi saya dan rekan-rekan komunitas praktisi sudah menjadwalkan kegiatan Workshop pada minggu ketiga di bulan Mei tahun 2022 , karena pada bulan Mei minggu pertama masih libur Idul Fitri dan masuk pada minggu kedua di bulan Mei tahun 2022. Workshop ini akan diikuti oleh seluruh guru di SMAN 2 Kota Bogor.

Siapa yang akan menjadi pendamping anda, dalam menjalankan pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran? Seseorang yang akan menjadi teman diskusi Anda untuk menentukan apakah langkah-langkah yang Anda ambil telah tepat dan efektif.

      Yang akan mendampingi saya dalam pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran :

  1. Kepala Sekolah sebagai penentu kebijakan di sekolah SMAN 2 Kota Bogor
  2. Teman-teman sejawat yang tergabung di dalam komunitas praktisi di SMAN 2 Kota Bogor 

      Kepala Sekolah dan teman-teman yang tergabung dalam komunitas praktisi akan menjadi teman diskusi dan pemberi saran dan masukan saat saya akan menentukan langkah-langkah dalam pengambilan keputusan agar keputusan yang saya ambil adalah keputusan yang tepat dan efektif.

Jurnal Refleksi Minggu Ke 15 Model 5R

Model refleksi 5M diadaptasi dari model 5R (Bain, dkk, 2002, dalam Ryan & Ryan, 2013). 5M terdiri
dari langkah-langkah berikut:

  1. Mendeskripsikan (Reporting): menceritakan ulang peristiwa yang terjadi
  2. Merespon (Responding): menjabarkan tanggapan yang diberikan dalam menghadapi
    peristiwa yang diceritakan, misalnya melalui pemberian opini, pertanyaan, ataupun
    tindakan yang diambil saat peristiwa berlangsung.
  3. Mengaitkan (Relating): menghubungkan kaitan antara peristiwa dengan pengetahuan,
    keterampilan, keyakinan atau informasi lain yang dimiliki.
  4. Menganalisis (Reasoning): menganalisis dengan detail mengapa peristiwa tersebut dapat
    terjadi, lalu mengambil beberapa perspektif lain, misalnya dari teori atau kejadian lain
    yang serupa, untuk mendukung analisis tersebut.
  5. Merancang ulang (Reconstructing): menuliskan rencana alternatif jika menghadapi
    kejadian serupa di masa mendatang.

Pada minggu ke 15 ini saya memulai dengan modul 2.3 tentang coaching. Dalam alur MERDEKA saya mulai pada tahap Mulai dari diri, Eksplorasi konsep, dan Ruang Kolaborasi. Pada tahap mulai dari diri saya dan teman CGP lainnya dibimbing untuk memberikan refleksi terhadap tanggapan dari kasus-kasus yang mungkin terjadi di sekolah yang digunakan fasilitator untuk mengembangkan modul coaching ini agar sesuai dengan kebutuhan. Kemudian pada tahap Eksplorasi Konsep saya belajar mengenai apa itu coaching dalam pendidikan dan sekolah. Saya juga mempelajari tentang perbedaan coaching, mentoring dan konseling. Komunikasi yang memberdayakan dan model coaching TIRTA.

Pada tahap ruang kolaborasi bersama fasilitator saya dan rekan CGP lain mencoba mengimplementasikan coaching dalam konteks pendidikan dan sekolah dengan melatih keterampilan coaching dengan berbagai studi kasus dan membentuk komunitas praktisi untuk melakukan praktek coaching model TIRTA. Dalam Ruang kolaborasi kami saling memberikan umpan balik terhadap coaching yang dilakukan oleh CGP lain untuk menguatkan pemahaman kami dalam memberikan coaching terhadap masalah yang dihadap murid atau rekan sejawat.

Pembelajaran coaching sangat penting sebagai bagian dari proses layanan bimbingan pada murid yang dapat menunjang pembelajaran sosial emosional. Coaching sangat bermanfaat dalam menyelesaikan masalah yang dialami murid atau teman sejawat dimana solusinya dapat tergali dengan sendirinya dari kekuatan yang dimiliki murid.

Pembelajaran coaching berkaitan dengan pendidikan di sekolah. Dalam pelayanan bimbingan di sekolah praktek coaching ini sangat dibutuhkan sebagai kesatuan yang utuh. Dalam tugasnya sebagai pembimbing guru berperan sebagai konselor, mentor dan coach.

Dari keterkaitan antara coaching dan keterampilan lain yang telah disampaikan, saya dapat melakukan analisa bahwa keterampilan coaching ini adalah bentuk pendekatan komunikasi seorang pendidik. Pendekatan coaching dalam komunikasi diperlukan karena kita melihat murid kita sebagai sosok merdeka. sosok yang dapat menentukan arah dan tujuan pembelajarannya serta meningkatkan potensinya sendiri. Terkadang kita salah bertindak saat membantu murid menyelesaikan masalahnya, kita secara langsung memberikan solusi dan nasehat. Dalam coaching murid akan bisa menyelesaikan masalahnya secara mandiri,

Pembelajaran di minggu ini membuat saya memiliki paradigma baru tentang bagaimana membangun komunikasi yang tudak langsung memberikan nasihan dan solusi pada coachee. Kita harus dapat mendorong murid untuk meningkatkan potensinya. Kedepannya saya akan membentuk komunitas dan melaksanak praktek coaching dengan komuntas yang ada.

Jurnal Refleksi Minggu ke 16 Model Gaya Round Robin_Coaching

Model 9: Gaya Round Robin
Berikut panduan pertanyaan untuk membuat refleksi model ini:
1) Apa hal yang paling Anda kuasai setelah pembelajaran hari ini? Mengapa Anda merasa hal
tersebut bisa membuat Anda sangat menguasainya?
2) Apa hal yang belum Anda kuasai setelah pembelajaran hari ini? Apa yang akan Anda
lakukan untuk mengatasi hal tersebut?
3) Apa hal yang masih membingungkan Anda dari pembelajaran hari ini? Ceritakan hal-hal
apa saja yang membuat hal tersebut membingungkan.

Pada minggu ke 16 ini saya mengikuti sesi Refleksi terbimbing, Demonstrasi Kontekstual dan Elaborasi pemahaman (sesi instruktur). Setelah mengikuti sesi-sesi itu saya menjadi memahami lebih dalam teknik Coaching yang efektif dalam optimalisasi pengembangan kompetensi pendidik dan murid. Saya jadi tahu dan faham tentang langkah-langkah coaching dengan model TIRTA yang akan menuntun kita dalam proses coaching sehingga kita dapat menyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh coachee. Model TIRTA yang saya fahami itu adalah Tujuan, Identifikasi, Rencana Aksi dan Tanggung jawab.

Hal yang belum saya kuasai adalah dalam memunculkan pertanyaan-pertanyaan terbuka. Hal ini sulit bagi saya karena terkadang pertanyaan-pertanyaan yang saya ajukan buka memunculkan potensi coachee dalam menyelesaikan masalahnya tetapi terkadang saya malah memberikan arahan dan solusi sehingga sudah tidak bisa lagi dikatakan coaching. Saya akan terus belajar dan berlatih akan bisa menjadi coach yang handal. Kecenderungan seorang guru dalam bertanya adalah dengan memberikan arahan sehingga murid kita mampu menjawab sesuai yg diharapkan. Dalam menerapkan pendampingan dengan pendekatan  coaching di sekolah, peran yang sedemikian harus kita tanggalkan. Sementara itu dalam coaching, tugas coach adalah memfasilitasi coachee untuk mencapai tujuan yang dia inginkan, bukan yang coach inginkan. Kecenderungan seorang guru dalam bertanya adalah dengan memberikan arahan sehingga murid kita mampu menjawab sesuai yg diharapkan. Dalam menerapkan pendampingan dengan pendekatan  coaching di sekolah, peran yang sedemikian harus kita tanggalkan.

Dalam tekhnik coaching ada beberapa hal yang membingungkan saya, diantaranya adalah saat ingin meminta komitmen coachee dalam bertanggung jawab melaksanakan rencana aksi kedepannya. Karena masalah komitmen adalah masalah yang abstrak. Meyakinkan coachee untuk percaya bahwa dia bisa menceritakan masalahnya kepada saya tanpa harus takut masalahnya itu tersebar adalah merupakan kebingunan dan kesulitan lain saya dalam praktek coaching. Karena untuk membuat coachee percaya dan yakin bahwa kita adalah orang yang tepat untuk diajak bicara dalam mencari masalah yang sedang dihadapinya adalah perlu waktu dan pendekatan yang intensif agar coach dan coachee dapat dekat dan nyaman saat bercerita tentang permasalahan yang dihadapi tanpa harus dipaksa tapi atas kemauan dan kesadaran sendiri.

Jurnal Refleksi Minggu Ke-14 Model 4f Pembelajaran Sosial dan Emosional

4F merupakan model refleksi yang dikembangkan oleh Dr. Roger Greenaway. 4F dapat
diterjemahkan menjadi 4P, dengan pertanyaan sebagai berikut (disesuaikan dengan yang sedang
terjadi pada saat penulisan jurnal):

  1. Facts (Peristiwa): Ceritakan pengalaman Anda mengikuti pembelajaran pada minggu ini
    atau pada saat menerapkan aksi nyata ke dalam kelas? Apa hal baik yang saya alami dalam
    proses tersebut? Ceritakan juga hambatan atau kesulitan Anda selama proses
    pembelajaran pada minggu ini? Apa yang saya lakukan dalam mengatasi kendala
    tersebut?
    Pendidikan Guru Penggerak
    Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan – Maret 2021
  2. Feelings (Perasaan): Bagaimana perasaan Anda selama pembelajaran berlangsung? Apa
    yang saya rasakan ketika menerapkan aksi nyata ke dalam kelas? Ceritakan hal yang
    membuat Anda memiliki perasaan tersebut.
  3. Findings (Pembelajaran): Pelajaran apa yang saya dapatkan dari proses ini? Apa hal baru
    yang saya ketahui mengenai diri saya setelah proses ini?
  4. Future (Penerapan): Apa yang bisa saya lakukan dengan lebih baik jika saya melakukan hal
    serupa di masa depan? Apa aksi/tindakan yang akan saya lakukan setelah belajar dari
    peristiwa ini.
  1. Facts (Peristiwa)

Pada minggu ke 14 ini Pembelajaran Sosial Emosional (PSE) memasuki fase elaborasi pemahaman, Koneksi Antar materi dan aksi nyata dan terakhir adalah pelaksanaan post test paket modul 2. Pada sesi Elaborasi Pemahaman saya dan teman-teman CGP lainnya mendapatkan penguatan materi Pembelaaran Sosial Emosional dari instruktur. Dari pemaparan instruktur saya lebih memahami tentang Pembelajaran Sosial Emosional (PSE) dan bagaimana penerapannya pada pembelajaran di kelas. Implementasi pembelajaran Sosial Emosional (PSE) sangat beragam dan disesuaikan dengan karakteristik bentuk PSE yang akan diterapkan. PSE dapat diterapkan secara rutin, terintegrasi pada pelajaran atau secara protokol.

Pada sesi koneksi antar materi saya mengaitkan materi PSE ini dengan materi pembelajaran Berdiferensiasi . Pembelajaran Berdiferensiasi terintegrasi dengan Pembelajaran Sosial Emosional (PSE). Keduanya merupakan cara yang ditempuh oleh guru untuk memberikan pembelajaran yang berpihak pada murid. Pembelajaran sosial dan emosional  ini diawali dengan kesadaran penuh bahwa   tidaklah cukup apabila murid hanya mengembangkan kemampuan kognitifnya saja. Murid juga perlu mengembangkan aspek sosial dan emosionalnya. Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa kompetensi sosial-emosional berperan penting dalam keberhasilan akademik maupun kehidupan  seseorang.  Sebagai pendidik yang berinteraksi dengan murid dan orang dewasa di lingkungan sekolah Pembelajaran sosial dan emosional  ini diawali dengan kesadaran penuh bahwa   tidaklah cukup apabila murid hanya mengembangkan kemampuan kognitifnya saja. Murid juga perlu mengembangkan aspek sosial dan emosionalnya. Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa kompetensi sosial-emosional berperan penting dalam keberhasilan akademik maupun kehidupan  seseorang.  Sebagai pendidik yang berinteraksi dengan murid dan orang dewasa di lingkungan sekolah. Implementasi pembelajaran berdiferensiasi dan Pembelajaran Sosial Emosional saya terapkan dalam Aksi Nyata PSE dengan melibatkan murid secara langsung. Dari aksi nyata yang saya lakukan dapat dijadikan refleksi pada pembelajaran berikutnya.

2. Feelings (Perasaan)

Saya menemukan sesuatu yang baru dan sangat luar biasa saat saya mempelajari pembelajaran sosial emosional. Saya termotivasi untuk segera menerapkannya dalam pembelajran di kelas. Sebagai guru saya dapat mengembangkan kompetensi sosial dan emosional murid secara optimal melalui suasana belajar dan proses pembelajaran yang sistematik,  menyeluruh, dan seimbang. Pembelajaran yang menghasilkan pengalaman belajar yang dilandasi  kasih sayang, perhatian yang berkualitas,  keterbukaan,  rasa ingin tahu,  sikap apresiatif dan semangat bertumbuh, yang dilakukan secara  mandiri maupun bergotong-royong. Saya merasa optimis jika saya menerapkan pembelajaran sosial dan emosional di kelas maka akan tercipta hubungan yang harmonis antara guru dan murid, murid dan murid dan antar sesama warga sekolah. Murid akan merasa nyaman belajar sehingga tujuan yang diharapkan akan tercapai.

3. Findings (Pembelajaran)

Bapak Pendidikan Nasional kita, Ki Hajar Dewantara  dalam bukunya “Bagian Pertama : Pendidikan (2011) mengatakan bahwa pendidikan merupakan daya dan upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelektual) dan tubuh anak agar dapat memajukan kesempurnaan hidup, yaitu kehidupan anak yang sesuai dengan dunianya. 

Selaras dengan pemikiran Bapak Ki Hajar Dewantara,  Pembelajaran Sosial dan Emosional berbasis kesadaran penuh adalah upaya untuk  menciptakan ekosistem sekolah yang mendorong  bertumbuhnya budi pekerti, selain aspek intelektual. Lewat Pembelajaran Sosial dan Emosional, murid diajak untuk  menyadari, melihat, mendengarkan, merasakan, mengalami  berbagai pengalaman belajar yang dapat mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap positif mengenai aspek sosial dan emosional. Dengan Pembelajaran Sosial dan Emosional ini selaras dengan pendidikan karakter. Pembelajaran Sosial Emosional yang dikembangkan dalam 5 kompetensi sangat mendukung dan relevan dengan gerakan pendidikan karakter. Mulai dari kesadaran diri, pengelolaan diri, kesadaran sosial, keterampilan relasi dan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab.

4. Future (Penerapan)

Setelah saya mempelajari tentang pembelajaran berdiferensiasi dan pembelajaran sosial dan emosional, maka saya akan merancang pembelajaran dengan menyusun Rencana Pelaksanan Pembelajaran (RPP) Berdiferensiasi terintegrasi pembelajaran sosial emosional. Dalam rancangan pembelajaran ini saya mencoba menggunakan model pembelajaran Galery Walk. Akan dibentuk kelompok sesuai dengan hasil pemetaan kebutuhan belajar murid. Dalam pembelajaran berdiferensiasi terintegrasi pembelajaran sosial emosional dengan model pembelajaran galery walk maka murid akan belajar sesuai dengan minat dan profil belajarnya. Adapun strategi pembelajaranya adalah difokuskan pada proses dan produk. Saat akan memulai pembelajaran saya akan mengecek kehadiran murid dengan cara yang tidak seperti biasanya saya lakukan. Saya akan meminta murid menyebutkan nama dan menggambarkan perasaannya saat itu. Penting bagi saya untuk mengetahui perasaan dan kondisi murid saat pembelajaran agar saya dapat memastikan bahwa murid-murid merasa nyaman saat melaksanakan pembelajaran dan tentunya akan dapat mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.

Pembelajaran sosial emosional ini penting karena saat kompetensi sosial emosional murid berkembang maka aspek akademik merekapun berkembang. Mengabaikan perkembangan sosial dan emoional akan berdampak buruk