Sekolah Ramah Anak,..Mampukah kita wujudkan?

Sekolah bagi anak adalah rumah keduanya setelah rumahnya sendiri. Di sekolah anak menghabiskan waktunya kurang lebih 8 jam dalam sehari. Sekolah punya peran dalam membentuk karakter anak.

Pemerintah saat ini sedang gencar-gencarnya mensosialisasikan sekolah ramah anak.program sekolah ramah anak ini didasari oleh undang-undang no 23 tahun 2002 pasal 4 tentang perlindungan anak.

Prinsip-prinsip sekolah ramah anak diantaranya adalah anak mempunyai hak untuk dapat hidup tumbuh berkembang dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapatkan perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.Anak diberikan hak untuk berpendapat dan didengarkan suaranya.

Sekolah harus bisa menciptakan suasana lingkungan belajar dan bermain yg aman dan nyaman sehingga tidak hanya menghasilkan out put yang berprestasi tapi juga menghasilkan siswa yg berkarakter.

            Tidak sedikit juga dari sekolah-sekolah yang mengeluarkan siswa-siswinya jika mereka bermasalah. Sekolah lupa bahwa fungsi pendidik adalah membimbing,mengajar,membina dan mendidik siswa. Merubah mereka dari yang tidak tahu menjadi tahu dan dari yang tidak baik menjadi baik. Dengan mengambil tindakan mengeluarkan siswa yang bermasalah artinya sekolah sudah melupakan fungsinya.

            Mengapa harus muncul istilah sekolah ramah anak?mampukah kita mewujudkannya?.

Pemerintah gencar mensosialisasikan sekolah ramah anak karena selama ini masih banyak  sekolah-sekolah yang memperlakukakan siswa siswinya dengan cara yang kurang ramah. Sering kita mendengar di sekolah-sekolah terjadi kekerasan fisik,psikis, pelecehan seksual, pemberian tugas yang membebani siswa , ancaman tidak memberi nilai dari guru bahkan cap ‘Nakal’ dan “anak yang selalu bermasalah” terhadap siswa yang dilebelin oleh guru terhadap siswa.

            Kekerasan fisik, psikis dan pelecehan seksual di sekolah tidak hanya dilakukan oleh pendidik. Sering kita baca dan lihat di surat kabar, televisi dan medsos anak-anak yang di bully oleh teman atau kakak kelasnya. Tidak sedikit anak yang merasa terancam oleh teman atau kakak kelasnya saat mereka berada di sekolah.

            Guru sebagai pendidik pun terkadang tidak bisa bersikap professional. Jika ada siswa yang pernah melakukan satu kesalahan tidak sedikit guru yang terus memberikan image negatif kepada anak tersebut. Hal ini menyebabkan anak menjadi frustasi, merasan tidak dihargai dan merasa diperlakukan tidak adil.

            Dari perasaan frustasi, merasa tidak dihargai dan merasa diperlakukan tidak adil, maka akan trjadi beberapa kemungkinan misalnya anak penjadi pendiam, minder, tidak ada lagi motivasi belajar bahkan menjadi seorang yang pendendam. Sekolah yang diharapkan dapat menghasilkan manusia-manusia yang berprestasi, berkompetensi dan sukses tapi malah menghasilkan produk lululsan yang gagal. Lantas siapakah yang harus disalahkan?pemerintahkah? kepala dinaskah?kepala sekolahkah?gurukah?atau siswa itu sendiri?

            Masalah tidak akan selesai jika kita hanya berkutat mencari kambing hitam. Harus ada solusi untuk merubah semua.Harus ada tindakan untuk bisa mengembalikan sekolah pada fungsinya.

            Dalam Peraturan Menteri No 12 Tahun 2011 sekolah ramah anak didefinisikan sebagai sekolah yang mampu menjamin pemenuhan hak anak dalam proses belajar mengajar, aman,nyaman, bebas dari kekerasan dan diskriminasi, serta menciptakan ruang bagi anak untuk belajar, berinteraksi, berpartisipasi, bekerja sama, menghargai keberagaman, toleransi dan perdamaian. Masih berdasarkan sumber yang sama, sebuah sekolah dapat disebut Sekolah Ramah Anak bila memenuhi kriteria berikut ini :

  • Punya kebijakan anti kekerasan (sesama siswa , tenaga pendidik dan kependidikan, termasuk pegawai sekolah lainnya.
  • Memiliki program Usaha Kesehatan Sekolah (UKS)
  • Lingkungan sekolah yang bersih dan sehat
  • Menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat
  • Sekolah Adiwiyata
  • Memiliki warung / kantin kejujuran
  • Siswa terlibat /dilibatkan dalam pembuatan kebijakan sekolah.

Program sekolah ramah anak tidak akan bisa terwujud jika tidak ada kerja sama dari semua pihak. Menjadi tantangan tersendiri bagi para pendidik untuk meninggalkan kebiasaan mendisiplinkan anak dengan cara memarahi, mengancam dengan nilai, menghilangkan kebiasaan memberi label negatif kepada siswa yang bermasalah. Mari kita sentuh hati anak dengan hati. Dekati mereka dengan kasih sayang. Sebagai seorang muslim kita punya uswah dalam mendidik anak yaitu Nabi kita Rasulullah Saw.

Lalu bagaimana dengan kasus kekerasan, pembullyan yang dilakukan oleh sesama siswa?mari kita coba untuk mencarikan solusinya. Sekolah Harus membuat program yang melibatkan semua siswa,misalnya:

  • Terapkan aturan yang jelas dan tegas untuk siswa yang melakukan kekerasan/ pembullyan dan aturan ini harus disosialisasikan kepada seluruh warga sekolah.
  • Mengadakan camping bersama dimana di dalam acara camping itu siswa diber tugas kerja kelompok yang materinya bisa menimbulkan rasa kasih sayang diantara mereka
  • Setiap pagi sebelum bel masuk kepala sekolah mengajak beberapa siswa,dan guru berdiri di gerbang sekolah untuk menyambut dan menyapa siswa dan guru lain yang baru datang.
  • Program sholat duha
  • Program sholat berjamaah
  • Tadarus
  • Melaksanakan Baksos yang melibatkan semua siswa
  • Berbuka puasa bersama di sekolah di bulan Ramadhan.

Mungkin akan banyak kendala yang akan dihadapi disaat kita mengawali program-program ini tapi percayalah dengan meluruskan niat dan keinginan yang kuat insya Allah apa yang kita harapakan dalam mewujudkan sekolah ramah anak akan segera terwujud.

Sudah siapkah kita ambil bagian dalam mewujudkan Sekolah Ramah Anak? Jawabannya adalah…Insya Allah Siap!!

Posted on September 19, 2022, in Uncategorized. Bookmark the permalink. Tinggalkan komentar.

Tinggalkan komentar